Langsung ke konten utama

Tak Ada Habisnya Kumerindu


"Semoga dunia yang semakin menggoda dengan gemerlapnya tetap menjadikan persahabatan itu hangat dalam balutan kesederhaan."


Di suatu pagi yang cerah, lima sekawan itu tampak sedang menikmati makanan mereka. Aku salah satu diantaranya. Kami makan sambil bercakap-cakap ria. Sungguh kebiasaan yang tidak patut untuk dilakukan. Aku hanya sesekali nimbrung dan memilih lebih fokus menikmati makananku. Alhasil, kau tahu sendiri, makananku beberapa menit habis duluan dibandingkan mereka. Tak bersisa karena memang aku diajarkan untuk tidak menyisakan makanan. Teringat tentang sebuah pesan sang ustadz “Jangan pernah menyisakan makanan barang sedikitpun karena kamu tidak pernah tahu keberkahan makananmu ada pada butir nasi yang mana.” Tuntas. Haha. 

Di sela-sela percakapan, aku ikut menyimak takzim pada apa yang mereka tengah bicarakan.

“Hei, di sini ada diskon ini.” Seru salah satu dari temanku, Rika.
Mereka menyebutkan nama salah satu mall yang ada di sini (Yogyakarta). Aku tak begitu paham makanan apa yang dimaksudkan.
 “Sungguh? Sampe kapan?” Seru Ajeng tak kalah semangat.
“Sampe satu April besok, gengs. Yuk kesana.” Seru Rika lagi.
“Boleh, boleh, atur aja waktunya.” Seru Angga pula. Dia kembali menguyah makanannya yang tertunda.
Eh, btw di Solo ngga ada mall ya, sedih banget.” Angga kembali berseru setelah makanan itu lolos dari kerongkongannya.
Ih enak aja. Solo itu walaupun sebuah kota yang kecil, tapi sudah ada berbagai macam di sana.” Seru Ajeng tak terima kota kelahirannya dibilang ngga punya mall itu.
“Disana itu juga ada CFC, PH, dan semuanya. Lengkap.” Tambahnya lagi.
“Haha. Baguslah. Setidaknya kotamu ngga kayak Kudus yang katanya ngga punya apa-apa itu. Terpencil. Kasian banget.” Kali ini Dio ikut menengahi, meski makanan di mulutnya masih belum habis. 
-o0o-

Aku tersentak dengan itu. Lalu, pikiranku melayang ke tanah kelahiranku di Mukomuko sana. Salah satu kabupaten yang ada di Bengkulu. Kerinduan akan kampung halaman menyusup diam-diam di sela pori-pori darahku. Aku merasakan haru. Mengharu biru karena rindu. Aku bersyukur. Meski, kotaku tidak seperti yang mereka katakan seperti memiliki mall dan segala macamnya. Aku bersyukur kaum-kaum kapitalis itu belum merambah jauh hingga kabupatenku, meski di provinsi sudah banyak dan bertebaran tempat-tempat semacam itu. Akan tetapi, aku sedikit khawatir karena lama-kelamaan masa itu akan tiba juga di tanah kelahiranku. Walaupun, kemodernan itu belum sepenuhnya siap diterima oleh masyarakat sekitar. Lampu merah yang bisa dihitung jari dan dipasang di beberapa tempat strategis saja masih banyak dilanggar dan diacuhkan. Berpikir tentang mendirikan mall? Mereka bisa rugi kurasa. Yang kutahu, tempat-tempat semacam itu hanya banyak dikunjungi oleh mahasiswa. Sedangkan, mahasiswa di tempatku kebanyakan merantau dan tersebar di ibukota. Universitas di tempatku juga masih bisa dihitung jari. Hanya mahasiswa yang bergaya borjouis yang akan rela merogohkan sakunya untuk hal-hal semacam itu. Sementara masyarakatnya, mereka lebih memilih membanting tulang di sawah atau ladang, mencari ikan di laut, atau sekedar duduk ngobrol di warung kopi terdekat untuk bermain catur bersama teman-temannya, bermain sepakbola di sore hari, atau sekedar menghabiskan waktu bersama keluarga di teras rumah sembari melihat gemerlap langit malam. Analisisku, hanya keluarga yang duduk di kursi empuk sana yang akan membawa keluarganya menikmati semua kemewahan itu.

Aku bersyukur setidaknya ketika tiba di rumah aku masih bisa menikmati masakan yang setiap hari di sulap dengan lezat oleh tangan ibu. Bukan makanan praktis dan tidak sehat itu. Karena beberapa temanku bercerita bahwa ibu mereka tidak sempat untuk sekedar memasak sehingga lebih memilih membeli makanan di luar. Aku bersyukur teman-temanku lebih memilih tempat berkumpul di Arhenius Study Center, tempat bimbingan belajar kami dulu hingga selamanya, sebagai tempat untuk melepas rindu, atau mungkin bersilaturahmi langsung ke rumah mereka bukannya memilih kafe atau tempat hedon lainnya untuk sekedar bermain bulutangkis atau sekedar mengobrol tentang pengalaman di kota tetangga. Aku bersyukur, kami masih memilih alam sebagai tujuan wisata kami, bukannya berbelanja di mall-mall yang berdiri angkuh itu. Aku bersyukur karena kami masih menghargai pundi-pundi rupiah yang memang tidak seberapa dari uang saku kami. Aku berharap meski mall itu nantinya, cepat atau lambat, didirikan, kami masih bisa menikmati kebersamaan kami dalam kesederhanaan diri dan hati yang tak tergoda oleh kilauan gemerlap warna-warni dunia. Kami masih bisa duduk lesehan dan melingkar untuk berdiskusi atau sekedar bercengkrama. Kami masih bisa menikmati makanan yang kami masak sendiri untuk dimakan bersama atau sesekali membeli mi ayam favorit kami. Kami masih bisa menikmati pantai yang belum banyak terjamah oleh tangan-tangan para alayers yang seringkali tidak bertanggung jawab itu. Semoga aku dan kau masih dalam kesederhanaan yang berbalut hangatnya persahabatan. 
-o0o-

Untuk Khorim, Rivo, Pandu, Nisa, dan Sidil. I miss you very much, guys.

*Ditulis oleh Nesty Alisa
*Nama tokoh dalam cerita hanya karangan. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan hal lainnya itu hanya suatu hal yang kebanyakan orang bilang "kebetulan" (padahal tidak ada yang namanya kebetulan). Haha. Ah sudahlah.

Komentar

  1. Wahh udah mulai nulis jgaa yaa skrng^^ dan untuk curahan pikiran dan pengalamannya bnyak skali pesan" yg menyadarkan pembacanya.. smoga persahabatan kita smua langgeng selamanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari sebelum masuk sekolah sudah mulai nulis kok,wkwk. Iya nih, masih belajar. Hehe terimakasih^^ aamiin ya Allah.

      Hapus
  2. once again, ini judulnya sama kaya punyaku!! >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. ehh iyaa, yang mana? wkwk
      tapi isinya beda lah yaa :p

      Hapus
    2. http://bluedylife.blogspot.co.id/2016/01/tak-kan-habis-kumerindu.html
      iya emang, kan mirip2 ih

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ya Allah, Jika Aku Jatuh cinta...

Ya Allah, jika aku jatuh cinta,cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu,agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu. Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta,jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu Ya Allah, jika aku jatuh hati,izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu,agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu. Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling dari hati-Mu. Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu. Ya Allah, jika aku rindu,jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu. Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu. Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu,jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu. Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasi...

Kembali?

Sudah lama tidak mampir kemari. Tahun-tahun belakangan sempat gonta-ganti platform menulis, lalu tiba-tiba rindu kembali ke sini untuk memilih berkawan dengan asing dan hening. Barangkali, di usia yang sudah tidak lagi muda, kita hanya ingin kedamaian. Tidak berarti memutuskan hubungan dengan semua orang, tetapi hanya mengurangi intensitasnya dan menyisakan mereka yang penting saja. Selebihnya? Hanya orang-orang yang akan tercatat sebagai kenangan, lalu perlahan dilupakan.  Barangkali, semakin dewasa kita semakin menyadari bahwa tidak ada yang bertahan selamanya. Adakalanya, kita tidak lagi menempatkan ekspektasi yang tinggi pada sebuah hubungan antarmanusia.  Sederhananya, yang ingin tinggal 'kan kugenggam, yang ingin pergi takkan kutahan. Pada akhirnya, kita hanya akan mempertahankan apa-apa yang memberikan kedamaian, bukan sebaliknya. Maka, semoga kita selalu menemukan apa-apa yang membuat kita damai dalam kebahagiaan, terlebih dalam limpahan cinta-Nya. Juga selalu menemuka...

Kabar Baik

Aku pernah mendengar satu kalimat nasihat yang bilang begini: "Kamu cuma butuh satu kabar baik yang dinanti dari Allah untuk menghapus banyak kepedihan dalam hidup." Sesederhana kamu butuh cahaya matahari usai hujan lebat berhari-hari yang membuat cucianmu tak kering-kering itu. Kamu hanya butuh satu keajaiban untuk berucap syukur tak henti-henti atas segala ketetapan takdir yang dijalani. Pada akhirnya, aku selalu percaya bahwa setiap ketetapan-Nya adalah yang terbaik. Selalu mengantarkanku ke titik yang lebih baik meski harus tertatih dan terpatah jalan yang harus kulalui. Ya Allah, jika aku harus menemui banyak kehilangan lagi, tak apa, asal jangan Engkau yang hilang dari hatiku. Sore yang dingin, 18122024