Mendung telah menutupi senja. Senja yang indah kini terlihat menyeramkan. Gemuruh suara petir telah terdengar sejak sore tadi. Mencekam. Tak lupa lampu listrik pun turut padam mendukung suasana. Hari seakan menangisi kepergianku sore itu. "Haruskah sesulit ini kau lepaskan aku untuk pergi? Atau justru Dia merahmati kepergianku dengan menurunkan rizkinya di bumi berupa hujan senja ini?" Sekelebat tanya melingkupi pikiranku. Air mataku tak lagi keluar. Cukuplah hujan yang menggantikannya. Hatiku begitu gelisah,bercampur aduk rasa di dalamnya. "Akankah tepat keputusanku? Bagaimana jika aku tidak kuat bertahan dalam rasa rindu?" Tanya dan lagi-lagi hanya tanya yang terlintas di benakku. "Ayo,berangkat!" Suara ayah menyadarkan lamunanku. Aku keluar dari kamar. Menyandang tas yang telah kuisi dengan mukena,baju ganti,tiket dan beberapa kebutuhan lain yang kurasa perlu. Kuraih tangan ibu. Kuciumi punggung tangannya. Kali ini terasa berbeda. Jauh sekali bedany...
Apa yang kamu tulis adalah tentang apa yang kamu rasakan, yang kamu alami, dan kamu ciptakan sendiri. Semua tentang kenangan yang terukir dalam setumpuk kata dan rasa. Meski itu tak berharga bagimu, tetapi begitu berarti bagiku. Inilah aku dan berupa-rupa kisahku. "Sampai di bilangan mana Aku boleh berhenti menghitung hari demi hari menantimu disini dalam derap rasa rindu sekaligus haru." (Nesty Alisa)